Minggu, 06 Juli 2008

Sebuah Biografi Tentang Pahitnya Mengatakan Kebenaran

Judul : IPDN Undercover: Sebuah Kesaksian Bernurani
Penulis: Inu Kencana Syafiie
Penerbit: Progressio
Tahun Terbit: April 2007, cetakan keenam Juli 2007
Halaman: xxiii+282
Harga: Rp. 45000,00

Bagi orang yang membaca judul buku ini dan berharap akan menemukan deskripsi yang panjang lebar dan mendetail tentang pembongkaran kasus-kasus yang tersembunyi di kampus IPDN dari mulai membuka halaman pertama buku ini dapat diipastikan akan kecewa. Pasalnya hanya sekitar 25 % dari isi buku ini yang menggambarkan tentang hal tersebut. Sisanya adalah sebuah autobiografi dari si penulis. Dari jumlah yang 25 % itupun, yang benar-benar memaparkan fakta dan data tentang kasus di IPDN hanya setengahnya, setengahnya lagi menceritakan pengalaman Inu Kencana ketika mengungkap kasus tersebut. Namun demikian, sedikitnya porsi bahasan mengenai pembongkaran kasus di IPDN tersebut tidak lantas menyebabkan buku ini kehilangan ruhnya, karena sebenarnya dalam riwayat hidup si penulislah ruh buku ini bersemayam. Ada hikmah dan pesan moral yang dapat diambil dari perjalanan hidup sang penulis yang jauh lebih berarti daripada sekedar data-data ataupun fakta-fakta tentang kekerasan, narkoba, dan freesex di kampus tempat penulis mengajar. Seperempat bagian buku sudah cukup untuk membeberkan fakta-fakta tersebut.

Membaca buku ini kita akan diajak menelusuri jejak-jejak seorang Inu Kencana Syafiie, dari lahir hingga ia harus dihadapkan dengan kasus kekerasan di kampusnya sendiri. Jika Anda membayangkan buku ini layaknya buku auto biografi biasa yang membosankan yang dipenuhi oleh data dan fakta yang datar, Anda salah besar. Inu dengan lihainya mendeskripsikan perjalannan hidupnya yang unik dengan renyah dan lucu yang ditaburi dengan bumbu bumbu filsafat kehidupan hasil perenungannya. Baru pada bagian petengahan buku, Inu membongkar kasus kasus yang terjadi di IPDN.

Sekilas, orang akan berprasangka dengan diterbitkannya buku autobiografinya bahwa Inu Kencana sedang memanfaatkan isu IPDN untuk meningkatkan popularitasnya. Namn Inu dengan tegas menolak prasangka tersebut. Dalam pembukaan bukunya, Inu menegaskan,

"Nah, saya sekarang menerbitkan buku auto biografi. Bukan untuk gaya gayaan. Bukan untuk mencari popularitas atau materi. Ini sekadar kesaksian. Suatu saat ketika saya sudah tidak ada, atau ketika media sudah tidak meliput saya, buku ini akan tetap berbicara. Lagi pula, banyak orang bertanya-tanya, apa motivasi saya terus konsisten membongkar kasus IPDN dan menginginkan perbaikan pada sekolah itu. Buku ini menceritakan siapa saya, kisah hidup saya, filosofi hidup saya"


Dan benar saja, setelah membaca buku tersebut, tergambar dengan jelas alasan mengapa Inu Kencana mau bersusah susah membongkar kasus IPDN padahal ia tidak memperoleh apapun dari perbuatannya yang ada malah ia mendapat berbagai tekanan sampai ancaman pembunuhan.

Kelahiran

Inu Kencana Syafiie lahir dari pasangan Abdullah Syafiie dan Zaidar Syafiie pada tanggal 14 Juni 1952 di Nagari Simalanggang, tujuh kilo meter dari Kota Payukumbuh ketika itu ayahmya berumur 51 tahun dan ibunya berumur empat puluh tahun. Ayahnya keturunan Bawean, Madura, dan Pulau Bali, sedangkan ibunya keturunan Minang. Jabatan terakhir ayahnya adalah seorang Bupati Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Bengkalis. Ibu Kandung inu adalah Istri kedua dari ayahnya yang memiliki 4 orang istri. Inu Kencana adalah anak ke 12 dari 12 bersaudara, 3 orang saudaranya lahir dari rahim ibunya sedangkan 8 orang lainnya lahir dari rahim istri pertama ayahnya yang bernama Zauwiyah, sedangkan istri ketiga dan keempatnya, Aminah dan Encim tidak melahirkan anak.

Kematian Ayahanda Tercinta

Pada umur 10 tahun, ketika Inu kelas 5 SD, ayahandanya meninggal dunia, meninggalkan keempat istrinya dan ke 12 anaknya. Setelah kematian ayahandanya, kehidupan keluarga Ini moramorat marit hingga Inu haus berjualan ikan asin dan mendapatkan pembagian baju anak yatim ketika Hari Raya Idul Fitri. Setelah berkali-kali pindah sekolah dari SD hingga SMA, Inu kemudian melanjutkan kuliah kedokteran di Trisakti, yang akhirnya harus kandas karena tak mampu membayar SPP. Kemudian ia menjadi buruh di PT CENTEX, Jakarta.

Kematian Ibunda Tercinta

12 Juni 1974, ibunda tercinta meninggal dunia. Inu sangat kehilangan sekali karena ia anak paling bungsu dan paling dekat dengan ibunya. Kematian ibunya membuat Inu sangat berduka dan menangis berhari hari. Inu memang anak yang sangat sayang dan berbakti kepada Ibunya, hal ini bisa kita lihat dari doa yang ia panjatkan di Multazam ketika kelak ia menunaikan ibadah haji,

"Ya Allah, lindungilah perempuan yang darahnya tumpah karena kelahiranku. Hiyung dan lipatgandakanlah setiap tetes air susu yang menghidupkan darah dagingku. Giringlah tubuh Ibuku ke dalam surga-Mu"


Akan tetapi pada saat kematian ibunya tersebut, Inu merasa Tuhan berlaku tidak adil kepadanya, sejak saat itu Inu menjauh dari Tuhan, bahkan bisa dibilang ateis.

Berangkat ke Irian Jaya

Tak lama setelah ibunya meninggal, Inu di bawa oleh kakaknya ke Irian jaya. Di pulau inilah inu menjadi mahasiswa Akademi Pemerintahan Dalam Negeri (APDN) yang merupakan embrio IPDN, setelah sebelumnya, selama 6 bulan kuliah di Akademi Ilmu Administrasi dan Akuntasnsi (AIAA). Di pulau ini pula ia menemukan tambatan hatinya, seorang perempuan manis siswi kelas 3 IPS SMU Yohannes XXIII Merauke yang bernama Indah.

Pernikahan

Tak lama kemudian iapun meminang gadis yang bernama lengkap Theresia Indah Prasetiati binti Samuel Soepardjo, akan tetapi hasilnya nihil, calon mertuanya menolak pinangan Inu karena alasan perbedaan agama. Inupun mencoba kembali meminang gadis tersebut dengan didampingi para pembesar Merauke, termasuk Bupati Merauke, akan tetapi penolakan yang sama harus diterimanya dengan alasan yang sama. Kesulitan ini akhirnya mengembalikan Inu kepada Tuhan, ia merasa harus lebih dekat lagi kepada-Nya. Kisah selanjutnya adalah kisah nekat seorang Inu kencana yang bertekad kawin lari dengan pujaan hatinya. Akhirnya setelah berdiskusi panjang lebar dengan calon istrinya tentang agama masing masing, pada tahun 1984 istrinya bersedia masuk islam dan menikah dengannya dengan wali seorang wali hakim karena orang tua Indah tidak ada satupun yang beragama islam. Dari sini Inu mulai kembali memperdalam ilmu agamanya, dan mematangkan perjalanan spiritualnya. Setelah pernikahannya Inu juga melanjutkan kuliah S1 di IIP tingkat IV (lanjutan APDN), setelah lulus kemudian mengambil S2 di Universitas Gajah Mada, dan S3 di Universitas Pajajaran.

Kelahiran Anak-anak

Dari pernikahan itu, dalam jangka waktu 7 tahun ia dikaruniai 3 orang anak, 2 laki laki, dan satu perempuan yang masing-masing bernama, Raka Manggala Syafiie, nagara Belagama Syafiie, dan Periskha Bunda Syafiie.

Menulis buku

Tahun 1987, Inu mulai menulis buku pemerintahan dan agama. Pendalaman spiritualnya mengantarkan Inu menghasilkan buku-buku tentang keterkaitan Alquran dengan disiplin Ilmu lainnya. Buku bukunya yang sudah diterbitkannya adalah:

Al Qur'an Sumber Segala Disiplin Ilmu oleh Gema Insani Press, Jakarta,1991
Pengantar Ilmu Pemerintahan oleh Eresco, Bandung, 1992
Etika PEmerintahan oleh Rineka Cipta, Jakarta, 1993
Sistem pemerintahan Indonesia oleh Rineka Cipta, Jakarta, 1992
Filsafat Kehidupan oleh Bumi Aksara, Jakarta, 1995
Ilmu Pemerintahan dan Al Quran oleh Bumi Aksara, 1995
Hukum Tata Negara oleh Pustaka Jaya, Jakarta, 1995
Ilmu Pemerintahan oleh Mandar Maju, Bandung, 1996
Al Quran dan Ilmu Politik
Al Quran Dan Ilmu Administrasi
Ilmu Administrasi Publik
Logika, Etika, dan Estetika Islam oleh Pertja, Jakarta, 1999
Ekologi Pemerintahan oleh Pertja, Jakarta, 2000
Analisa Politik Pemerintahan oleh Pertja, Jakarta, 2000
Manajemen Pemerintahan oleh Pertja, Jakarta, 2000
Filsafat Pemerintahan oleh Pertja, Jakarta, 2002
SANRI oleh Pertja, Jakarta, 2003
Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia oleh Refika Aditama, Bandung, 2003
Birokrasi Pemerintahan Indonesia oleh Mandar Maju, Bandung, 2003
Pengantar Filsafat
Filsafat Politik
Ensiklopedia Pemerintahan

Naik Haji

Tak terbayang sebelumnya di benak Inu akan suatu pejumpaan dengan Ka'bah. Untuk hidup sehari-haripun susah apalagi untuk membiayai ibadah haji. Akan tetapi kerinduannya yang sangat dan doa-doanya akhirnya mampu mengantarkannya menunaikan ibadah haji. Dengan pertolongan Allah, Inu Kencana mampu melaksanakan haji hanya dengan modal uang Rp 10000 rupiah, dlam perjalanan ibadah haji inilah inu menguraikan perenungan spiritualnya dan kesadaran akan keesaan dan kekuasaan Tuhan, yang kelak menjadi bekal dia untuk memasrahkan kehidupannya kepada yang kuasa dan berani berkata benar meskipun rasanya pahit. Kelak perjalanan ruhani inilah yang mengantarkan Inu berani seorang diri membongkar kebobrokan-kebobrokan yang terjadi di almamater tercintanya.

Membongkar Kasus IPDN

Berbagai kasus kekerasan dan amoral yang terjadi di IPDN, menurut Inu, merupaan buah kerjasama dari para pelaku tindak asusila dengan pihak yang berwenang (pengasuh dan komisi disiplin) yang memegang tampuk kekuasaan di sekolah kepamong prajaan tersebut.Dalam 10 tahun saja (1994-2005) terjadi 8 kali kasus praja meningal karena kekerasan, satu kasus praja wanita yang meninggal karena praktik aborsi, dan satu kasus meninggal karena overdosis. Penempatan posisi-posisi penting yang dipegang oleh orang orang yang tidak kredibel bahkan bejat moralnya, menyebabkan berbagai kasus yang terjadi di IPDN dijadikan lahan bisnis oleh para petinggi IPDN. Ketika yang memangku jabatan haus akan uang, maka akan memancing lebih banyak kasus yang terjadi, kemudian untuk menutupi kasus-kasus tersebut para praja yang bermasalah harus membayar sejumlah uang kepada para petinggi yang berwenang agar kasusnya di peti es kan. Maka jadilah kasus kasus kekerasan, narkoba, dan freesex di sekolah yang konon ditujukan untuk menciptakan para pemimpin tersebut, (berhasil) disembunyikan dari publik hingga akhirnya seorang Inu Kencana mewakafkan dirinya untuk membongkar kasus-kasus tersebut, walaupun resikonya ia harus menghadapi tekanan-tekanan dan ancaman serta percobaan pembunuhan.

***

Membaca perjalanan hidup seorang Inu Kencana Syafiie memang unik, mungkin puisi yang di tulisnya di awal buku ini secara garis besar menggambarkan perjalanan dan filosofi hidupnya hingga saat ini,

sebuah riwayat hidup memang selalu mencatat
bahwa hidup ini terasa sunyi
perpisahan dan kematian
bagaikan liang lahat di kuburan
tapi terkadang penuh glamour
dikelilingi orang-orang yang dicintai
pernikahan dan kelahiran
di sini, kita butuh Tuhan
dalam kesendirian dan kebersamaan
jadi, apalagi yang dicari?
bertualang dalam penjara kemiskinan
antara takdir dan pejuangan
aku berjuang mengukir skenarioku
tetapi, skenario Tuhan juga yang harus aku jalani


0 komentar: